Wisata halal merupakan konsep yang relatif baru dalam kajian pariwisata dewasa ini. Banyak wisatawan merasa canggung dengan hadirnya konsep wisata halal yang mengedepankan nilai-nilai Islam. Tetapi, jika dicermati lebih mendalam, wisata halal bukan sebuah monster yang menakutkan bagi wisatawan karena wisata halal bisa dikatakan hanya melengkapi wisata konvensional yang telah ada. Posisi wisata halal adalah semacam alternatif bagi wisatawan Islam yang ingin mendapatkan tidak hanya kebutuhan wisata, tetapi juga kebutuhan spritual. Wisata halal, tidak hanya milik wisatwan Islam saja, wisatwan non-Islam juga diperbolehkan untuk menikmati wisata halal. Dalam konteks perkembangan pariwisata halal, kita bisa telusuri bahwa perkembangan wisata halal tidak bisa dilepaskan dari wisata religi, wisata syariah dan kemudian berkembang menjadi wisata halal (Fatkurrohman, 2017). Proses perkembangan itu bisa dilihat dalam gambar berikut ini.

Wisata religi merupakan wisata tertua dalam dunia pariwisata (the oldest tourism in world). Wisata ini telah ada sebelum perkembangan pariwisata itu sendiri. Wisata religi termasuk didalamnya adalah wisata ziarah ke tempat-tempat suci yang disakralkan oleh penganut agama. Artinya bahwa kegiatan ziarah sudah dilakukan oleh banyak orang untuk mengenang kembali ketokohan atau karya yang ditinggalkannya. Ziarah (pilgrimage) bisa diartikan sebagai a trip to a place considered sacred owing to a special influence of God therein (Ostrowski, 2000). Menurut Ostrowski, orang melakuakn ziarah lebih menekankan aspek motif agama dan untuk menunjukkan tindakan agama yang spesifik yang terkait dengan piety and penance.
Sementara wisata syariah berdasarkan pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah, yang dimaksud syariah adalah prinsip-prinsip hukum islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Sementara Kementrian Pariwisata Indonesia pada tahun 2012, mendefinisikan wisata syariah sebagai kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah. Menurut Sofyan, wisata syariah adalah wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Untuk mengembangkan wisata syariah, Kemenparekraf menggandengn beberapa pihak yakni Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). Pada tahun 2014, Kemenpar, telah menyusun pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah melalui peraturan menteri pariwisata dan ekonomi kreatif nomor 2 tahun 2014 tentang dua kategori hotel syariah yakni hilal 1 dan hilal 2. Hilal 1 harus memenuhi 49 poin, semntara untuk naik ke hilal 2 harus memenuhi 74 poin. Hilal 1 lebih longgar daripada hilal 2. Tabel hotel hilal 1 dan hilal 2 sebagai berikut :
Tabel 1. Perbedaan Hotel Syariah Hilal 1 dan Hilal 2
Kategori | Restoran | Dapur | Toilet shower | Beribadah | Tamu | Minuman |
Hilal 1 | Halal | Sertifikasi Halal | Ada | Ada | Tidak ada seleksi tamu | Masih ada alkohol/wine |
Hilal 2 | Halal | Sertfikasi Halal | Ada | Ada | Seleksi tamu (surat nikah) | Halal |
Sumber : Laporan Akhir Pengembangan Wisata Syariah, Kemenpar, 2015 Laporan Akhir Pengembangan Wisata Syariah, Kemenpar, 2015.).
Berikut penulis sampaikan perbedaan wisata konvensional, religi dan syariah.
Tabel 1. Perbedaan Wisata Konvensional, Religi dan Syariah
No | Perbandingan | Konvensional | Religi | Syariah |
1 | Obyek | Alam, budaya, heritage dan kuliner | Tempat ibadah dan peninggalan sejarah | semuanya |
2 | Tujuan | Menghibur | Meningkatkan spritualitas | Meningkatkan spritualitas dengan cara menghibur |
3 | Target | Menyentuh kepuasan dan
kesenangan yang berdimensi nafsu, semata-mata hanya untuk hiburan. |
Aspek spiritual yang bisa menenagkan jiwa guna mencari ketengangan bathin. | Memenuhi
keinginan dan kesenangan serta menumbuhkan kesadaran beragama. |
4 | Guide | Memahami dan
menguasai informasi sehingga bisa menarik wisatawan terhadap obyek wisata. |
Menguasai sejarah
tokoh dan lokasi yang menjadi obyek wisata |
Membuat turis
tertarik pada obyek sekaligus membangkitkan spirit religi wisatawan. Mampu menjelaskan fungsi dan peran syariah dalam bentuk kebahagiaan dan kepuasan batin dalam kehidupan manusia. |
5 | Fasilitas Ibadah | Sekedar Pelengkap | Sekedar Pelengkap | Menjadi bagian yang
menyatu dengan obyek pariwisata, ritual ibadah menjadi bagian paket hiburan |
6 | Kuliner | Umum | Umum | Spesifik Halal |
7 | Relasi dengan Masyarakat sekitar Obyek Wisata | Komplementar dan
hanya untuk keuntungan materi |
Komplementar dan
hanya untuk keuntungan materi |
Integrated, interaksi
berdasar pada prinsp syariah |
8 | Agenda Perjalanan | Setiap Waktu | Waktu-waktu tertentu | Memperhatikan waktu. |
Sumber : Laporan Akhir Pengembangan Wisata Syariah, Kemenpar, 2015.
Definsi berikutnya adalah adalah wisata halal. Dalam tataran konsep, sebetulnya masih banyak perdebatan terkait dengan penggunaan konsep wisata halal (halal tourism), wisata Islam (Islamic tourism), destinasi wisata ramah halal (halal friendly tourism destination), perjalanan halal (halal travel), destinasi perjalanan ramah Muslim (Muslim-friendly travel destination), dan gaya hidup halal (halal lifestyle).
Keberadaan penggunaan konsep yang masih dalam perdebatan dikatakan tidak perlu berlarut-larut. Jika kita cermati, penggunaan konsep-konsep tersebut di atas, yang paling dominan adalah penggunaan konsep wisata Islam dan wisata halal. Menurut Carboni et al. (2014) mendefiniskan wisata Islam sebagai “ as tourism in accordance with Islam, involving people of the Muslim faith who are interested in keeping with their personal religious habits whilst travelling”. Berdasarkan definisi di atas bisa dikatakan bahwa wisata Islam adalah wisata yang sesuai dengan Islam, melibatkan orang Islam yang tertarik untuk menjaga spirit keagamaan sambil melakukan travelling. Menurut Mohamed Battour dan Mohd Nazari Ismail (2016) mengatakan bahwa “any tourism object or action which is permissible according to Islamic teachings to use or engage by Muslims in tourism industry”. Artinya bahwa dalam konteks wisata halal basis yang digunakan adalah syariah Islam (Islamic law) dalam pelayanan dan produk wisata yang tidak hanya di negara Islam, tetapi juga negara non-Islam. Wisata halal bisa mencakup halal hotel, halal restaurant, halal resort and halal trip.
Pijakan wisata halal tidak bisa dilepaskan dari hukum Islam yang mengatur kehidupan orang Islam. Hukum dalam Islam ada lima. Pertama wajib. Wajib merupakan perintah yang harus dikerjakan, jika perintah dikerjakan, maka akan mendapatkan pahala, sebaliknya jika tidak dikerjakan maka mendapatkan dosa. Kedua, sunah. Hukum Sunah artinya anjuran. Jika dikerjakan akan mendapatkan pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa. Ketiga adalah Haram. Jika dikerjakan akan mendapatkan dosa, sebaliknya jika ditinggalkan mendapatkan pahala. Keempat, makruh. Hukum makruh ini jika dikerjakan tidak berdosa dan jika ditinggalkan mendapatkan pahala. Hukum yang kelima adalah mubah. Jika dikerjakan tidak berpahala dan tidak berdosa dan jika tidak dikerjakan tidak berpahala dan tidak berdosa (Rasjid, 2000).
Sementara kata halal bisa diartikan that which is permitted, with respect to which no restriction exists, and the doing of which the law-giver, Allah, is allowed”.(Al-Qaradawi, 2013). Menurut hukum Islam, halal berarti hal yang dapat diizinkan (permissible or lawful). Untuk kata Islam dalam konteks pariwisata adalah precisely applied only to that which relates directly to the faith and its doctrines (such as Islamic law/Shariah, Islamic values, principles and beliefs, Islamic worship) (Douglass&Shaikh, 2004). Menurut pandangan Zulkifli yang dikutip dari Akyol & Kilinç (2014), pasar wisata halal diklasifikasikan menjadi tiga yakni makanan, gaya hidup (kosmetik dan tekstil), dan pelayanan (paket wisata, keuangan, transportasi).
Berpijak dari uraian di atas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa kemunculan wisata halal tidak bisa dilepaskan dari perkembangan wisata religi dan wisata syariah. Tren perkembangan wisata halal yang positif memberikan harapan bahwa wisata jenis ini akan berkembang dengan baik di masa mendatang.
Referensi:
- Deputi Penelitian dan pengembangan Kehijakan Kepariwisataan .(2015). Laporan Akhir Kajian Pengembangan Wisata Syariah. Jakarta: Kemenpar
- Fatkurrohman (2017). Developing Yogyakarta’s Halal Tourism Potential for Strengthening Islamic Economy in Indonesia. Jurnal Afkaruna. 13, 1-16.
- Rasjid, Sulaiman (2000). Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset.
- Ostrowski, Majeic (2000). Pilgrimages or Religious Tourism
Wisata halal sangatlah penting untuk kita ketahui terutama bagi wisatawan yg beragama islam. Agar saat berwisata kita tau mana saja hal yang halal dan yg tidak halal. Dengan demikian artikel diini mengajarkan kita untuk mengetahui lebih dalam tentang hal hal yang berkaitan dengan berwisata halal. Artikel ini sudah cukup mencakup aspek aspek tentang berwisata halal dan membuat pembaca mudah mengerti dah tau tentang bagaimana berwisata halal itu.
kenapa lingkup halal dan religi di pisahkan ? bukankah halal salah satu dari lingkup dari religi itu sendiri ? terimakasih